Firman Allah s.w.t.:
“…Mereka
berprasangka yang tidak benar terhadap Allah s.w.t., seperti sangkaan
jahiliyah, mereka berkata: apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur
tangan) dalam urusan ini, katakanlah: sungguh urusan itu seluruhnya di
Tangan Allah.…” (QS. Ali Imran, 154).
“Dan supaya dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang
munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang
musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah,
mereka akan mendapat giliran (keburukan) yang amat buruk, dan Allah
memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka
jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Ibnu Qoyyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan:
“Prasangka di sini maksudnya adalah bahawa Allah s.w.t. tidak akan
memberikan pertolongannya (kemenangan) kepada Rasulnya, dan bahawa agama
yang beliau bawa akan lenyap.”
Dan ditafsirkan pula: “bahawa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir (ketentuan) dan hikmah (kebijaksanaan) Allah.”
Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan tiga penafsiran:
Pertama : mengingkari adanya hikmah dari Allah.
Kedua : mengingkari takdirNya.
Ketiga : mengingkari bahawa agama yang dibawa Rasulullah s.a.w. akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua agama.
Inilah prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang terdapat dalam surah Al Fath.
Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk, kerana prasangka yang
demikian tidak layak untuk Allah s.w.t., tidak patut terhadap kagungan
dan kebesaran Allah, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan
janjiNya yang pasti benar.
Oleh kerana itu, barang siapa yang
berprasangka bahawa Allah s.w.t. akan memenangkan kebatilan atas
kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran; atau berprasangka bahawa
apa yang terjadi ini bukan kerana Qadla dan takdir Allah; atau
mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdirNya, yang
dengan hikmahNya Allah berhak untuk dipuji; bahkan menyangka bahawa yang
terjadi hanya sekadar kehendakNya saja tanpa ada hikmahnya, maka inilah
prasangka orang orang kafir, yang mana bagi mereka inilah neraka
“wail”.
Dan kebanyakan manusia melakukan prasangka buruk kepada
Allah s.w.t., baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri,
ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain, bahkan tidak ada
orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang benar
benar mengenal Allah, Asma dan sifatNya, dan mengenal kepastian adanya
hikmah dan keharusan adanya puji bagiNya sebagai konsekwensinya.
Maka orang yang berakal dan yang cinta pada dirinya sendiri, hendaklah
memperhatikan masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon
maghfirahNya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap Allah
s.w.t..
Apabila kita selidiki, siapapun orangnya pasti akan
kita dapati pada dirinya sikap menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah,
dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang
sedikit sangkalannya dan ada juga yang banyak. Dan silahkan periksalah
diri kita sendiri, apakah kita bebas dari sikap tersebut?
“Jika
kita selamat (selamat) dari sikap tersebut, maka kita selamat dari
malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh kita tidak akan selamat.”